Senin, 30 November 2020

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Halo teman-teman semua, pada postingan kali ini kami akan share lagi Materi Pembelajaran SMP Mata Pelajaran PPKn Kelas IX (Sembilan), dengan topik “Makna Alinea Pembukaan UUD RI Tahun 1945”. Topik ini diambil materi PPKN Kelas 9 BAB II tentang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bagian A.

Ok teman teman, langsung saja simak materi berikut!

 A.    Makna Alinea Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

1.      Alinea Pertama

Alinea pertama Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menjelaskan pernyataan kemerdekaan sebagai hak bagi semua bangsa di dunia, karena kemerdekaan merupakan hak asasi sebuah bangsa yang bersifat universal. Alinea ini memuat dalil objektif, yaitu bahwa penjajahan itu tidak sesuai dengan perikemanusian dan perikeadilan. Penjajahan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, karena penjajahan memandang manusia tidak memiliki derajat yang sama.

Penjajah bertindak sewenang-wenang terhadap bangsa dan manusia lainnya. Penjajahan juga tidak sesuai perikeadilan, karena penjajahan memperlakukan manusia secara diskriminatif. Manusia diperlakukan secara tidak adil, seperti perampasan kekayaan alam, penyiksaan, serta adanya perbedaan hak dan kewajiban. Dalil ini menjadi alasan bangsa Indonesia untuk berjuang memperoleh dan mempertahankan kemerdekaan. Selain itu, juga membantu perjuangan bangsa lain yang masih terjajah untuk memperoleh kemerdekaan. Pernyataan ini objektif, karena diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab di dunia.

Alinea pertama, juga mengandung dalil subjektif, yaitu aspirasi bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan. Kedua makna dalam alinea pertama, meletakkan tugas dan tanggung jawab kepada bangsa dan Negara serta warga negara Indonesia untuk senantiasa melawan penjajahan dalam segala bentuknya. Alinea pertama ini, juga menjadi landasan hubungan dan kerja sama dengan negara lain. Bangsa dan negara, termasuk warga negara, harus menentang setiap bentuk yang memiliki sifat penjajahan dalam berbagai kehidupan. Tidak hanya penjajahan antara bangsa terhadap bangsa, tetapi juga antarmanusia, karena sifat penjajahan dapat dimiliki dalam diri manusia.

2.      Alinea kedua

Alinea kedua menunjukkan ketepatan dan ketajaman penilaian bangsa Indonesia, bahwa:

a)      perjuangan bangsa Indonesia telah mencapai tingkat yang menentukan;

b)      momentum yang telah dicapai harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan;

c)      kemerdekaan harus diisi dengan mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Alinea kedua ini, menjelaskan bahwa kemerdekaan sebagai cita-cita bangsa ini telah sampai pada saat yang menentukan perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Hal ini berarti, timbulnya kesadaran bahwa kemerdekaan dan keadaan sekarang, tidak dapat dipisahkan dari keadaan sebelumnya. Kemerdekaan yang diraih merupakan perjuangan para pendahulu bangsa Indonesia. Mereka telah berjuang dengan mengorbankan jiwa dan raga demi kemerdekaan bangsa dan negara.

Sebagai bangsa Indonesia, kita harus menyadari bahwa kemerdekaan bukanlah akhir dari perjuangan bangsa. Kemerdekaaan yang diraih, harus mampu mengantarkan rakyat Indonesia menuju cita-cita nasional, yaitu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Negara yang ”merdeka”, berarti negara yang terbebas dari penjajahan bangsa lain. ”Bersatu” menghendaki bangsa Indonesia bersatu dalam negara kesatuan, bukan bentuk negara lain. Bukan bangsa yang terpisah-pisah secara geografis maupun sosial.

”Berdaulat”, mengandung makna bahwa sebagai negara, Indonesia sederajat dengan negara lain, yang bebas menentukan arah dan kebijakan bangsa, tanpa campur tangan negara lain. ”Adil”, menjelaskan bahwa Negara ,Indonesia menegakkan keadilan bagi warga negaranya. Keadilan berarti adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban warga negara. Hubungan antara negara dengan warga negara, serta warga negara dengan warga negara, dilandasi oleh prinsip keadilan. Negara Indonesia hendak mewujudkan keadilan dalam berbagai kehidupan secara politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Makna ”makmur” menghendaki negara mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi warga negaranya. Kemakmuran tidak saja secara materil, tetapi juga mencakup kemakmuran secara spiritual, atau kebahagiaan batiniah. Kemakmuran yang diwujudkan bukan kemakmuran untuk perorangan atau kelompok, namun kemakmuran bagi seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian, prinsip keadilan, kekeluargaan, dan persatuan, melandasi perwujudan kemakmuran warga negara. Inilah cita-cita nasional yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia dengan membentuk negara. Kemerdekaaan bukanlah akhir dari perjuangan bangsa. Namun, harus diisi dengan perjuangan mengisi kemerdekaan dengan mewujudkan cita-cita nasional.

3.      Alinea Ketiga

Alinea ketiga menjelaskan bahwa kemerdekaan yang dicapai oleh bangsa Indonesia adalah rahmat dan anugerah Tuhan Yang Mahakuasa. Hal ini merupakan motivasi spiritual perwujudan sikap dan keyakinan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Melalui alinea ketiga ini, bangsa Indonesia menyadari bahwa tanpa rahmat Tuhan Yang Mahakuasa, maka bangsa Indonesia tidak akan merdeka. Kemerdekaaan yang dicapai tidak semata-mata hasil jerih payah perjuangan bangsa Indonesia, tetapi atas kuasa Tuhan Yang Maha Esa. Alinea ketiga ini memuat motivasi riil dan materil, yaitu keinginan luhur bangsa supaya berkehidupan yang bebas. Kemerdekaan merupakan keinginan dan tekad seluruh bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang bebas dan merdeka. Bebas dari segala bentuk penjajahan, bebas dari penindasan, dan bebas menentukan nasib sendiri. Niat yang luhur ini, menjadi pendorong bangsa Indonesia untuk terus berjuang melawan penjajahan dan meraih kemerdekaan. Rasa syukur bangsa Indonesia atas karunia-Nya dan keyakinan akan kekuasaaan Tuhan Yang Maha Esa dalam memperoleh kemerdekaan, menjadi kekuatan yang menggerakkan bangsa Indonesia. Persenjataan yang sederhana dan tradisional, tidak menjadi halangan untuk berani melawan penjajah yang memiliki senjata lebih modern. Para pejuang bangsa yakin bahwa Tuhan YME akan memberikan bantuan kepada umatnya yang berjuang melawan penjajahan. Banyak peristiwa sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penjajah, memperoleh kemenangan walaupun dengan segala keterbatasan senjata, organisasi, dan sumber daya manusia. Hal ini menunjukkan bahwa tekad yang kuat dan keyakinan pada kekuasaan Tuhan, dapat menjadi faktor pendorong dan penentu keberhasilan mencapai cita-cita.

Alinea ketiga mempertegas pengakuan dan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Manusia merupakan makhluk Tuhan yang terdiri atas jasmani dan rohani. Manusia bukanlah mesin yang tidak memiliki jiwa. Hal tersebut berbeda dengan pandangan yang beranggapan bahwa manusia hanya bersifat fisik belaka. Ini menegaskan prinsip keseimbangan dalam kehidupan secara material dan spiritual, kehidupan dunia dan akhirat, serta jasmani dan rohani.

4.      Alinea Keempat

Alinea keempat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat prinsip-prinsip negara Indonesia, yaitu:

a)      tujuan negara yang akan diwujudkan oleh pemerintah negara;

b)      ketentuan diadakannya Undang-Undang Dasar;

c)      bentuk negara, yaitu bentuk republik yang berkedaulatan rakyat; dan

d)     dasar negara, yaitu Pancasila.

Negara Indonesia yang dibentuk, memiliki tujuan negara yang hendak diwujudkan, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Keempat tujuan negara tersebut, merupakan arah perjuangan bangsa Indonesia setelah merdeka. Kemerdekaan yang telah dicapai harus diisi dengan pembangunan di segala bidang untuk mewujudkan tujuan negara. Dengan demikian, secara bertahap terwujud citacita nasional, yaitu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menghendaki diadakannya undang-undang dasar. Maksud undang-undang dasar di sini, yaitu batang tubuh atau pasal-pasal. Kehendak ini, menegaskan prinsip Indonesia sebagai negara hukum. Pemerintahan diselenggarakan berdasarkan undang-undang dasar, tidak atas dasar kekuasaan belaka. Segala sesuatu harus berdasarkan hukum yang berlaku. Setiap warga negara, wajib menjunjung tinggi hukum. Artinya, setiap warga negara wajib menaati hukum yang berlaku.

Alinea keempat ini, juga memuat prinsip bentuk negara, yaitu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Republik merupakan bentuk pemerintahan yang pemerintahnya dipilih oleh rakyat. Berbeda dengan bentuk kerajaan yang pemerintahnya sebagian bersifat turun-temurun. Bentuk ini sejalan dengan kedaulatan rakyat yang bermakna bahwa kekuasaan tertingi dalam negara dipegang oleh rakyat. Rakyat yang memiliki kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan rakyat.

Alinea keempat memuat dasar negara Pancasila, yaitu ”…Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Kelima sila Pancasila merupakan satu kebulatan utuh, satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dengan dicantumkannya rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara yuridis-konstitusional Pancasila sah, berlaku, serta mengikat seluruh lembaga negara, lembaga masyarakat, dan setiap warga negara.

 

Demikian teman-teman, postingan kami mengenai Materi Pembelajaran SMP Mata Pelajaran PPKn Kelas IX (Sembilan), dengan topik “Makna Alinea Pembukaan UUD RI Tahun 1945”.

Semoga Bermanfaat…..

 Sumber:

Ai Tin Sumartini dan Asep Sutisna Putra. 2018. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas IX SMP/MTs. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

 

Posted by Us Math Crew On November 30, 2020 No comments READ FULL POST

C.    Perwujudan Nilai-nilai Pancasila dalam Berbagai Kehidupan

Sila-sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Masing-masing sila Pancasila tidak dapat dipahami secara terpisah dengan sila yang lain. Tata urutan Pancasila, memiliki makna saling dijiwai dan menjiwai oleh sila sebelum dan sesudahnya. Oleh karena itu, tata urutan Pancasila tidak dapat diubah karena akan menghilangkan makna Pancasila sebagai satu kesatuan.

1.      Perwujudan Nilai-Nilai Pancasila dalam Bidang Politik dan Hukum

Perkembangan bidang politik, meliputi persoalan lembaga negara, hak asasi manusia, demokrasi, dan hukum. Pembangunan negara Indonesia sebagai negara modern, salah satunya adalah membangun sistem pemerintahan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Lembaga negara dikembangkan sesuai dengan kemajuan dan kebutuhan masyarakat dan negara. Pengembangan lembaga negara, dapat dilakukan berdasarkan pada lembaga yang sudah ada dalam masyarakat, menciptakan lembaga baru, atau mencontoh lembaga Negara dari negara lain. Adapun lembaga negara baru sesuai dengan amandemen UUD NRI Tahun 1945 adalah DPD, MK, dan KY. Lembaga baru ini, haruslah sesuai dengan sistem pemerintahan yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Bangsa Indonesia menghargai hak asasi manusia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, bukan hak asasi manusia yang mengutamakan kebebasan individu atau mengutamakan kewajiban tanpa menghargai hak individu. Namun, hak asasi manusia yang menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. Hak asasi manusia yang dijiwai oleh nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan, serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Demokrasi yang negara kita kembangkan adalah demokrasi Pancasila. Suatu sistem demokrasi yang tumbuh dari tradisi nilai-nilai budaya bangsa. Demokrasi yang mengutamakan musyawarah mufakat dan kekeluargaan. Demokrasi yang tidak berdasarkan dominasi mayoritas maupun tirani minoritas. Sistem yang mengutamakan kekeluargaan, bukan sistem oposisi yang saling menjatuhkan serta mengutamakan kepentingan individu dan golongan. Sistem pemilihan umum dalam demokrasi merupakan salah satu contoh perwujudan yang demokratis yang dikembangkan di Indonesia. Pemilihan umum untuk memilih pemimpin, sudah dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia sejak dahulu. Bentuk ini dapat dikembangkan dengan menerima cara pemilihan umum di negara lain, seperti partai politik, kampanye, dan sebagainya. Namun, pemilihan umum yang terjadi harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

2.      Perwujudan Nilai-Nilai Pancasila dalam Bidang Ekonomi

Sistem perekonomian yang dikembangkan adalah sistem ekonomi yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Landasan operasional sistem ekonomi yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila ditegaskan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun1945 Pasal 33, yang menyatakan bahwa:

a)      Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

b)      Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh negara.

c)      Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

d)     Perekonomian nasional, diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

3.      Perwujudan Nilai-nilai Pancasila dalam Bidang Sosial Budaya

Tujuan pembangunan nasional adalah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Kita menghendaki terwujudnya masyarakat yang berdasarkan Pancasila. Masyarakat di sekitar kita, selalu mengalami perubahan sosial dan budaya. Agar perubahan tersebut tetap terarah pada terwujudnya masyarakat berdasarkan Pancasila, sistem nilai sosial dan budaya dalam masyarakat dikembangkan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Sistem nilai sosial yang ada dalam masyarakat Indonesia, terus dikembangkan agar lebih maju dan modern. Oleh karena itu, proses modernisasi perlu terus dikembangkan. Modernisasi tidak berarti “westernisasi”, namun lebih diartikan sebagai proses perubahan menuju ke arah kemajuan. Nilainilai sosial yang sudah ada dalam masyarakat yang sesuai dengan Pancasila, seperti kekeluargaan, musyawarah, serta gotong royong, terus dipelihara dan diwariskan kepada generasi muda. Demikian juga nilai-nilai sosial dari luar, seperti semangat bekerja keras, kedisiplinan, dan sikap ilmiah, dapat diterima sesuai nilai-nilai Pancasila.

Sikap feodal, sikap eksklusif, dan paham kedaerahan yang sempit serta budaya asing yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila perlu dicegah perkembangannya dalam proses pembangunan. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan contoh budaya asing yang dapat memperkaya budaya bangsa.

4.      Perwujudan Nilai-nilai Pancasila dalam Bidang Pertahanan dan Keamanan

Pembangunan dalam bidang pertahanan dan keamanan, secara tegas dinyatakan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (3) yang menyatakan bahwa pembelaan negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara. Demikian juga Pasal 30 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Usaha pertahanan dan keamanan negara Indonesia dilaksanakan melalui system pertahanan dan keamanan rakyat semesta. Dengan demikian, kedua pasal ini menegaskan perlunya partisipasi seluruh rakyat dalam upaya bela negara serta usaha pertahanan dan keamanan negara.

Bentuk partisipasi rakyat dalam pembelaan negara sudah ada dalam masyarakat. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kegiatan ronda malam atau sistem keamanan lingkungan (Siskamling) yang melibatkan masyarakat secara bergantian. Di beberapa daerah, juga terdapat lembaga masyarakat atau adat yang bertugas menjaga keamanan masyarakat, seperti Pecalang di Bali. Lembaga ini dibentuk oleh dan dari masyarakat sekitar untuk menjaga keamanan lingkungan masyarakat.  Pada saat ini, terdapat beberapa organisasi keamanan yang dibentuk secara sengaja dan terorganisasi secara modern, seperti pertahanan sipil, satuan pengaman lingkungan, dan sebagainya.

 

Sumber:

Ai Tin Sumartini dan Asep Sutisna Putra. 2018. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas IX SMP/MTs. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

Posted by Us Math Crew On November 30, 2020 No comments READ FULL POST

Minggu, 29 November 2020

B.       Dinamika Nilai-Nilai Pancasila Sesuai dengan Perkembangan Zaman

1.      Hakikat Ideologi Terbuka

Terdapat beberapa pendapat pakar yang memberikan definisi ideologi, di antaranya sebagai berikut:

a)      Soerjanto Poespowardoyo, mengemukakan bahwa ideologi merupakan konsep pengetahuan dan nilai yang secara keseluruhan menjadi landasan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami jagat raya dan bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengolahnya.

b)      Mubyarto, mengemukakan bahwa ideologi adalah sejumlah doktrin kepercayaan dan simbol-simbol sekelompok masyarakat atau satu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman kerja atau perjuangan untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa.

c)      Padmo Wahjono, menyatakan bahwa ideologi merupakan kesatuan yang bulat dan utuh dari ide-ide dasar sebagai suatu kelanjutan atau konsekuensi logis dari pandangan hidup bangsa dan akan berupa seperangkat tata nilai yang dicita-citakan akan direalisasikan di dalam kehidupan berkelompok.

d)     Franz Magnis Suseno, menyatakan definisi ideologi dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas, ideologi sebagai segala kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar dan keyakinan-keyakinan yang dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif. Sementara itu, dalam arti sempit ideologi adalah gagasan atau teori menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang mau menentukan dengan mutlak bagaimana manusia harus hidup dan bertindak.

e)      M. Sastrapratedja menyatakan bahwa, ideologi adalah seperangkat gagasan atau pemikiran yang berorientasi pada tindakan yang diorganisasi menjadi suatu sistem yang teratur. Dengan demikian, ideologi memuat tiga unsur, yaitu adanya suatu penafsiran atau pemahaman, adanya seperangkat nilai atau preskripsi moral, serta adanya suatu orientasi pada tindakan.

f)       Ensiklopedia Populer Politik Pembangunan Pancasila, menyatakan bahwa ideologi merupakan cabang filsafat yang mendasari ilmu-ilmu seperti sosiologi, etika, dan politik.

g)      Kamus Besar Bahasa Indonesia ideologi diartikan sebagai kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup; cara berpikir seseorang atau golongan.

Sebagai ideologi negara, Pancasila merupakan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dijadikan sebagai pedoman atau arah dalam mencapai cita-cita bangsa. Setiap bangsa memiliki ideologi yang berbeda sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam kehidupan bangsa. Maka dari itu, Pancasila sebagai ideologi negara merupakan ciri khas atau identitas bangsa Indonesia yang perlu dipertahankan dan terus dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan arah dan tujuan yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku bangsa Indonesia. Jika Pancasila tidak diwujudkan atau diamalkan dalam kehidupan sehari-hari oleh bangsa Indonesia, maka bangsa Indonesia akan kehilangan jati dirinya.

Sebagai suatu sistem pemikiran, ideologi sangatlah wajar jika mengambil sumber dari pandangan dan falsafah hidup bangsa. Hal tersebut akan membuat ideologi tersebut berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kecerdasan kehidupan bangsa. Artinya, ideologi tersebut bersifat terbuka dengan senantiasa mendorong terjadinya perkembangan pemikiran baru tentang ideologi tersebut, tanpa harus kehilangan jati dirinya. Kondisi ini akan berbeda sama sekali, jika ideologi tersebut berakar pada nilai-nilai yang berasal dari luar bangsanya atau pemikiran perseorangan. Dengan kata lain, ideologi tersebut bersifat tertutup.

Ciri khas ideologi terbuka adalah nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral, dan budaya masyarakat itu sendiri. Dasarnya dari konsensus masyarakat, tidak diciptakan oleh negara, melainkan ditemukan dalam masyarakat sendiri. Ideologi terbuka mempunyai banyak sekali keunggulan dibandingkan dengan ideologi tertutup. Keunggulan tersebut dapat kita temukan dengan cara membandingkan karakteristik kedua ideologi tersebut. Ideologi terbuka tidak hanya sekedar dibenarkan, melainkan dibutuhkan oleh warga negara. Hampir dapat dipastikan, negara yang menganut sistem ideologi tertutup seperti negara komunis, mengalami kehancuran secara ideologis. Dalam arti, Negara tersebut tidak mampu membendung desakan-desakan yang muncul, baik dari dalam maupun dari luar negaranya. Pada ideologi tertutup. Keunggulan tersebut dapat kita temukan dengan cara membandingkan karakteristik kedua ideologi tersebut. Ideologi terbuka tidak hanya sekedar dibenarkan, melainkan dibutuhkan oleh warga negara. Hampir dapat dipastikan, negara yang menganut sistem ideologi tertutup seperti negara komunis, mengalami kehancuran secara ideologis. Dalam arti, Negara tersebut tidak mampu membendung desakan-desakan yang muncul, baik dari dalam maupun dari luar negaranya. Pada akhirnya, ideologi negara tersebut ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri.

2.      Kedudukan Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

Pancasila berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa sehingga memenuhi prasyarat menjadi ideologi yang terbuka. Keterbukaan Pancasila, mengandung pengertian bahwa Pancasila senantiasa mampu berinteraksi secara dinamis. Nilai-nilai Pancasila tidak berubah, namun pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan nyata yang kita hadapi dalam setiap waktu. Hal ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa ideologi Pancasila bersifat aktual, dinamis, antisipatif, serta senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, teknologi, serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat.

Keterbukaan ideologi Pancasila harus selalu memperhatikan:

a)      stabilitas nasional yang dinamis;

b)      larangan untuk memasukan pemikiran-pemikiran yang mengandung nilainilai ideologi marxisme, leninisme dan komunisme;

c)      mencegah berkembangnya paham liberal;

d)     larangan terhadap pandangan ekstrim yang menggelisahkan kehidupan masyarakat;

e)      penciptaan norma yang harus melalui kesepakatan.

Berdasarkan uraian di atas, keterbukaan ideologi Pancasila mengandung nilai-nilai sebagai berikut:

a)      Nilai dasar, yaitu hakikat kelima sila Pancasila:

-          Ketuhanan Yang MahaEsa;

-          Kemanusiaan yang adil dan beradab;

-          Persatuan Indonesia;

-          Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan;

-          Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Nilai-nilai dasar tersebut, bersifat universal sehingga di dalamnya terkandung citacita, tujuan, serta nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai dasar ini bersifat tetap dan melekat pada kelangsungan hidup negara. Nilai dasar Pancasila selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Adapun perwujudan nilai dasar Pancasila sebagai ideologi terbuka tersebut adalah sebagai berikut.

                             i.     Nilai ketuhanan dalam Pancasila, sebagai ideologi terbuka merupakan bentuk hubungan warga negara Indonesia sebagai insan pribadi atau makhluk individu dengan Tuhan Yang Maha Esa pencipta alam semesta. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang religius atau bangsa yang beragama memiliki keyakinan dan kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut dibuktikan dengan pemelukan salah satu agama yang diakui negara atau menganut aliran kepercayaan tertentu terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

                           ii.     Nilai kemanusiaan dalam Pancasila, diwujudkan dalam bentuk hubungan warga negara Indonesia dengan sesama manusia sebagai insan sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri senantiasa hidup saling membutuhkan. Oleh karena itu, harus dijalin sikap kekeluargaan dan tolong menolong antarsesama manusia tanpa membedakan suku bangsa, agama, ras, antargolongan, maupun antarbangsa.

                         iii.     Nilai persatuan dalam Pancasila, diwujudkan dalam bentuk hubungan warga negara Indonesia dengan bangsa dan negaranya sebagai insan politik. Setiap warga negara, terikat oleh peraturan perundangundangan yang berlaku di negara tersebut. Oleh karena itu setiap warga negara dituntut untuk menaati peraturan itu sebagai wujud rasa cinta tanah air, mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongannya.

                         iv.     Nilai kerakyatan dalam Pancasila, diwujudkan dalam bentuk hubungan warga negara Indonesia dengan kekuasaan dan pemerintahan sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam pemerintahan.

                           v.     Nilai keadilan dalam Pancasila, diwujudkan dalam hubungan warga negara Indonesia dengan kesejahteraan serta keadilan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Setiap warga negara, dituntut untuk meningkatkan taraf hidupnya yang lebih baik dengan berusaha dan bekerja keras, menerapkan pola hidup sederhana, berlaku adil, serta menghargai karya orang lain.

b)      Nilai instrumental, ini sebagai penjabaran dari nilai-nilai dasar ideology

Pancasila berupa peraturan perundangan dan lembaga pelaksanaannya. Misalnya; UUD, ketetapan MPR, UU, serta peraturan perundangundangan lainnya. Dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

c)      Nilai praksis, merupakan realisasi dari nilai-nilai instrumental berupa suatu pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam realisasi praksis inilah, penjabaran nilai-nilai Pancasila senantiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan (reformasi) sesuai dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat, sehingga Pancasila merupakan ideologi terbuka.

Suatu ideologi, selain memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal berupa cita-cita, pemikiran-pemikiran, serta nilai-nilai yang dianggap baik, juga harus memiliki norma yang jelas. Hal ini dikarenakan suatu ideologi harus mampu direalisasikan dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, Pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga dimensi.

Adapun ketiga dimensi Pancasila tersebut, yaitu:

a)      Dimensi idealism

Dimensi ini menekankan bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang bersifat sistematis, rasional, dan menyeluruh itu, pada hakikatnya bersumber pada filsafat Pancasila. Hal tersebut karena setiap ideologi, bersumber pada suatu nilai-nilai filosofis atau sistem filsafat. Dimensi idealisme yang terkandung dalam Pancasila, mampu memberikan harapan, optimisme, serta memberikan motivasi pendukungnya untuk berupaya mewujudkan cita-citanya. Ideologi mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sehingga masyarakat atau bangsa dapat mengetahui ke arah mana mereka ingin membangun kehidupan bersama.

b)      Dimensi normative

Dimensi ini mengandung pengertian bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma. Artinya, Pancasila terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan tertib hukum tertinggi dalam Negara Republik Indonesia serta merupakan staatsfundamentalnorm (pokok kaidah negara yang fundamental). Dengan kata lain, agar Pancasila mampu dijabarkan ke dalam langkah-langkah yang bersifat operasional, maka perlu memiliki norma atau aturan hukum yang jelas.

c)      Dimensi realitas

Dimensi ini mengandung makna bahwa suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas kehidupan yang berkembang dalam masyarakat. Pancasila memiliki keluwesan yang memungkinkan adanya pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat yang terkandung dalam nilai nilai dasarnya. Oleh karena itu, Pancasila harus mampu dijabarkan dalam kehidupan masyarakatnya secara nyata, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam penyelenggaraan negara (Alfian, 1992:195).

Posted by Us Math Crew On November 29, 2020 No comments READ FULL POST

Kamis, 26 November 2020

Dinamika Perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa

Gambar Markas besar Divisi Siliwangi  
Sumber: https://images.app.goo.gl/n2x9GZtLRF42v4EX7
A.    Penerapan Pancasila dari Masa ke Masa

Perwujudan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara telah dilaksanakan sejak masa awal kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, dan masa Reformasi sampai sekarang.

1.      Masa Awal Kemerdekaan (1945-1959)

Pada awal kemerdekaan seluruh rakyat Indonesia bertekad untuk menentukan nasib bangsa sendiri yang baru saja lepas dari belenggu penjajahan dengan berupaya mempertahankan kemerdekaan dari berbagai ancaman, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

Pada periode ini, penerapan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup menghadapi berbagai masalah. Ada upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila. Upaya-upaya tersebut, di antaranya adalah:

a)      Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun pada tanggal 18 September 1948. Pemberontakan ini dipimpin oleh Muso. Tujuan utamanya adalah mendirikan Negara Soviet Indonesia yang berideologi komunis. Dengan kata lain, pemberontakan tersebut akan mengganti Pancasila dengan paham komunis. Pemberontakan ini pada akhirnya dapat digagalkan.

b)      Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia dipimpin oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo. Pemberontakan ini ditandai dengan didirikannya Negara Islam Indonesia (NII) oleh Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1949. Tujuan utama didirikannya NII adalah untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan syari’at Islam. Tetapi, gerakannya bertentangan dengan ajaran Islam sebenarnya. Mereka melakukan perusakan dan pembakaran rumah-rumah penduduk, pembongkaran jalan-jalan kereta api, perampasan harta benda milik penduduk, serta melakukan penganiayaan terhadap penduduk. Upaya penumpasan pemberontakan ini, memakan waktu yang cukup lama. Kartosuwiryo bersama para pengikutnya baru bisa ditangkap pada tanggal 4 Juni 1962.

c)      Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS).

Republik Maluku Selatan (RMS) merupakan sebuah gerakan separatisme dipimpin oleh Christian Robert Steven Soumokil, bertujuan untuk membentuk negara sendiri, yang didirikan tanggal 25 April 1950. Pulau-pulau terbesarnya adalah Seram, Ambon, dan Buru. RMS di Ambon dikalahkan oleh militer Indonesia pada bulan November 1950, tetapi konflik di Seram masih berlanjut sampai Desember 1963. Kekalahan di Ambon berujung pada pengungsian pemerintah RMS ke Seram, kemudian mendirikan pemerintahan dalam pengasingan di Belanda pada tahun 1966.

d)     Pemerintah Revolusioner

Republik Indonesia (PRRI) atau Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) yang dipimpin oleh Sjarifuddin Prawiranegara dan Ventje Sumual tahun 1957-1958 di Sumatra dan Sulawesi. Gerakan ini merupakan bentuk koreksi untuk pemerintahan pusat pada waktu itu yang dipimpin oleh Presiden Soekarno. Soekarno pada saat itu sudah tidak bisa lagi diberikan nasihat dalam menjalankan pemerintahan sehingga terjadi ketimpangan sosial.

Pemerintah pusat dianggap telah melanggar undang-undang, pemerintahan yang sentralistis, sehingga pembangunan di daerah menjadi terabaikan, dan menimbulkan ketidakadilan dalam pembangunan. Oleh karena itu, timbullah inisiatif dalam upaya memperbaiki pemerintahan di Indonesia.

e)      APRA (Angkatan Perang Ratu Adil).

Angkatan Perang Ratu Adil merupakan milisi yang didirikan oleh Kapten KNIL Raymond Westerling pada tanggal 15 Januari 1949. Westerling memandang dirinya sebagai sang “Ratu Adil” yang diramalkan akan membebaskan Indonesia dari tirani.

Gerakan APRA bertujuan untuk mempertahankan bentuk negara federal di Indonesia, serta memiliki tentara sendiri bagi negara-negara RIS. APRA melakukan pemberontakan pada tanggal 23 Januari 1950, dengan melakukan serangan dan menduduki kota Bandung, serta menguasai markas Staf Divisi Siliwangi. Westerling merencanakan untuk menyerang Jakarta, tetapi usahanya dapat digagalkan. Berkat APRIS mengirimkan pasukannya yang berada di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di samping itu upaya yang dilakukan oleh Drs. Mohamad Hatta sebagai Perdana Menteri RIS waktu itu berhasil melakukan perundingan dengan Komisi Tinggi Belanda. Dengan adanya peristiwa ini, maka semakin mempercepat pembubaran Republik Indonesia Serikat dan kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950.

f)       Perubahan bentuk negara dari Republik Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, sedangkan konstitusi yang berlaku adalah Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Dalam perjalanannya berhasil melaksanakan pemilu pertama di Indonesia pada tahun 1955 yang selama itu dianggap paling demokratis. Tetapi anggota Konstituante hasil pemilu tidak dapat menyusun Undang-Undang Dasar seperti yang diharapkan. Hal ini menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan, yang menyebabkan Pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden 1959. Dekrit tersebut dikenal dengan Dekrit 5 Juli 1959 yang berisi:

-          Membubarkan Badan Konstituante;

-          Undang-Undang Dasar Tahun 1945 berlaku kembali dan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 tidak berlaku;

-          Segera akan dibentuk MPRS dan DPAS.

Pada periode ini, dasar negara tetap Pancasila. Akan tetapi, dalam penerapannya lebih diarahkan seperti ideologi liberal yang ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.

2.      Masa Orde Lama (1959-1966)

Periode ini dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin merupakan sebuah sistem demokrasi yang seluruh keputusan dan pemikiran dalam pemerintahan negara, berpusat pada pemimpin negara. Pemimpin negara saat itu adalah Presiden Soekarno. Demokrasi terpimpin dicetuskan oleh Presiden Soekarno karena banyaknya gerakan separatis yang menyebabkan ketidakstabilan negara, tersendatnya pembangunan ekonomi karena sering terjadinya pergantian kabinet sehingga program pembangunan yang dirancang oleh kabinet tidak berjalan secara utuh, serta badan konstituante yang gagal menjalankan tugasnya untuk menyusun UUD. Oleh karena itu, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.

Walaupun konstitusi negara sudah kembali pada UUD NRI Tahun 1945, namun pelaksanaannya masih terdapat penyimpangan terhadap UUD NRI Tahun 1945.

Beberapa penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945, di antaranya sebagai berikut:

a)      Presiden Soekarno ditetapkan sebagai Presiden seumur hidup berdasarkan TAP MPRS No. XX/1963, yang menyebabkan kekuasaan presiden semakin besar dan tidak terbatas.

b)      Presiden mengeluarkan penetapan Presiden No. 3/1960 tanggal 5 Maret 1960 yang membubarkan DPR hasil Pemilu 1955.

c)      Presiden membentuk MPRS yang anggota-anggotanya terdiri atas anggota DPR-GR, utusan daerah, dan utusan golongan yang semuanya diangkat serta diberhentikan oleh presiden.

Pada periode ini, terjadi Pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965 yang dipimpin oleh D.N Aidit. Tujuan pemberontakan ini adalah menjadikan negara Indonesia sebagai negara komunis yang berkiblat ke negara Uni Soviet serta mengganti Pancasila dengan paham komunis. Pemberontakan ini dapat digagalkan. Semua pelakunya berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman sesuai dengan perbuatannya.

3.      Masa Orde Baru

Era demokrasi terpimpin di bawah pimpinan Presiden Soekarno mendapat tamparan yang keras ketika terjadinya peristiwa tanggal 30 September 1965, yang disinyalir didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Pemberontakan PKI tersebut membawa akibat yang teramat fatal bagi partai itu sendiri, yaitu dibubarkannya PKI dengan seluruh organisasi di bawah naungannya, dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang di Indonesia.

Begitu juga dengan Presiden Soekarno yang berkedudukan sebagai Pimpinan Besar Revolusi dan Panglima Angkatan Perang Indonesia. Secara pasti, sedikit demi sedikit kekuasaannya berkurang, bahkan lengser dari jabatannya sebagai Presiden. Hal tersebut terjadi dengan dikeluarkannya Pengumuman Penyerahan Kekuasaan Pemerintah kepada Jenderal Soeharto sebagai Pengemban Ketetapan MPRS No.IX/MPRS/1966 pada tanggal 20 Pebruari 1967. Perpindahan kekuasaan ini, dikukuhkan oleh MPRS dalam siding istimewanya tanggal 7 Maret 1967 yang dituangkan dalam TAP MPR No. XXXIII/MPRS/1967 yakni Mencabut Kekuasaan Pemerintah dari Presiden Soekarno, dan mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden hingga dilaksanakannya Pemilu.

Era baru dalam pemerintahan, dimulai setelah melalui masa transisi yang singkat, yaitu antara tahun 1966-1968, ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Era tersebut kemudian dikenal sebagai Orde Baru dengan konsep Demokrasi Pancasila. Visi utama pemerintahan Orde Baru ini adalah untuk melaksanakan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan visi tersebut, Orde Baru memberikan secercah harapan bagi rakyat Indonesia, terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik, dari yang bersifat otoriter pada masa demokrasi terpimpin di bawah Presiden Soekarno menjadi lebih demokratis. Harapan rakyat tersebut, tentu saja ada dasarnya. Presiden Soeharto sebagai tokoh utama Orde Baru dipandang rakyat sebagai seseorang yang mampu mengeluarkan bangsa ini dari keterpurukan. Hal ini dikarenakan beliau berhasil membubarkan PKI, yang ketika itu dijadikan musuh utama negeri ini.

Selain itu, beliau juga berhasil menciptakan stabilitas keamanan dalam negeri pasca pemberontakan PKI dalam waktu yang relatif singkat. Itulah beberapa alasan yang menjadi dasar kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto. Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan nasional dapat dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dan Program Pembangunan yang tertuang di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Pada masa ini juga Lembaga Kepresidenan merupakan pengontrol utama lembaga negara lainnya, baik yang bersifat suprastruktur (DPR, MPR, DPA, BPK, dan MA) maupun yang bersifat infrastruktur (LSM, Partai Politik, dan sebagainya). Pada masa ini pula kebebasan berpolitik dibatasi dengan jumlah partai politik yang terbatas pada tiga partai saja, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Dibatasinya kebebasan pers dan kebebasan berpendapat, terbukti dengan banyaknya kasus dibredelnya beberapa surat kabar atau majalah hingga dicabut surat izin penerbitannya dengan alasan telah memberitakan peristiwa yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah. Beberapa aktivis politik yang menyuarakan aspirasinya dalam mengkritik kebijakan pemerintah, beberapa lama kemudian diberitakan hilang atau ditangkap. Munculnya beberapa peristiwa pelanggaran hak asasi manusia, seperti kasus Tanjung Priok, kasus Marsinah, kasus wartawan Udin dari Harian Bernas Yogyakarta, dan lain-lain. Dari uraian di atas, kita bisa menggambarkan bahwa perwujudan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen dalam kehidupan bernegara selalu mengalami pasang surut. Dalam pemerintahan Orde Baru, juga terdapat kelebihan dan kelemahannya terhadap penerapan Pancasila maupun UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4.      Masa Reformasi (1998 - sekarang)

Pada masa Reformasi, penerapan Pancasila sebagai dasar negara terus menghadapi berbagai tantangan. Penerapan Pancasila tidak lagi dihadapkan pada ancaman pemberontakan-pemberontakan yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lain. Akan tetapi, lebih dihadapkan pada kondisi kehidupan masyarakat yang diwarnai oleh kehidupan yang serba bebas. Kebebasan yang mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia saat ini, meliputi berbagai macam bentuk, mulai dari kebebasan berbicara, berorganisasi, berekspresi, dan sebagainya. Kebebasan tersebut, di satu sisi dapat memacu kreativitas masyarakat, tapi di sisi lain juga bisa mendatangkan dampak negatif yang merugikan bangsa Indonesia sendiri. Terdapat beberapa hal negatif yang timbul sebagai akibat penerapan konsep kebebasan yang tanpa batas, seperti munculnya pergaulan bebas, pola komunikasi yang tidak beretika, peredaran narkoba dan minuman keras, aksi anarkisme, serta vandalisme, sehingga memicu terjadinya perpecahan, dan penurunan moral. Tantangan lain dalam penerapan Pancasila di era Reformasi adalah menurunnya rasa persatuan dan kesatuan di antara sesame warga bangsa saat ini. Hal ini ditandai dengan adanya konflik di beberapa daerah, tawuran antarpelajar, serta tindak kekerasan yang dijadikan sebagai alat untuk menyelesaikan permasalahan. Peristiwa-peristiwa tersebut, dapat menimbulkan konflik antarwarga dalam kehidupan masyarakat. Seolaholah, wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih mengutamakan kerukunan, telah berkurang dari kehidupan masyarakat Indonesia.

Selain tantangan-tantangan tersebut, saat ini bangsa Indonesia dihadapkan pada perkembangan dunia yang sangat cepat dan mendasar, seiring dengan berpacunya pembangunan bangsa-bangsa. Dunia, saat ini sedang terus dalam gerak mencari tata hubungan baru, baik di bidang politik, ekonomi, maupun pertahanan dan keamanan. Walaupun bangsa-bangsa di dunia makin menyadari bahwa mereka saling membutuhkan dan saling tergantung satu sama lain, namun persaingan antarkekuatan besar dunia dan perebutan pengaruh masih berkecamuk. Salah satu cara untuk menanamkan pengaruh kepada Negara lain adalah melalui penyusupan ideologi, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kewaspadaan dan kesiapan, harus kita tingkatkan untuk menanggulangi penyusupan ideologi lain yang tidak sesuai dengan Pancasila. Hal ini lebih penting artinya, karena sebagian besar bangsa kita termasuk masyarakat berkembang. Cita-cita bangsa dan negara Indonesia dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, harus selalu menjadi semangat untuk mencapainya. Maka, diperlukan komitmen bersama seluruh rakyat Indonesia untuk mempertahankan serta melestarikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari di segala aspek kehidupan.

Posted by Us Math Crew On November 26, 2020 No comments READ FULL POST
  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube

Mengenai Saya

Foto saya
SoE, Nusa Tenggara Timur, Indonesia
My name is : Oktafiana E. Meak; I Comefrom : Malaka; I life in : Toineke;

FACEBOOK

Blog Archive