Kembali lagi tema-teman, hari ini kami share materi PPKn Kelas 7 Semester 1 BAB III tentang Perumusan Dan Pengesahan UUD 1945. Namun karena materi ini cukup banyak, kami bagi dalam tiga postingan yang berbeda. Yang pertama adalah Perumusan dan Pengesahan UUD 1945 yang sekarang ini dishare, yang kedua dan ketiga ada pada postingan berikutnya tentang Arti Penting UUD 1945 Bagi Bangsa dan Negara Indonesia dan Peran Toko Perumusan UUD 1945. Link kedua materi tersebut ada diakhir postingan ini.
Ok
teman-teman… OTW…
Sebelum
teman-teman memahami UUD, sebaiknya teman-teman pahami dulu istlah Konstitusi.
Konstitusi berasal dari bahasa Prancis “Constituere” yang artinya membentuk.
Pemakaian istilah konstitusi dimaksud sebagai pembentukan atau penyusunan suatu
negara. Konstitusi bagi suatu negara merupakan keseluruhan sistem aturan yang menetapkan
dan mengatur tata kehidupan kenegaraan melalui sistem pemerintahan negara dan
tata hubungan secara timbal balik antara pemerintah negara dan orang seorang
yang berada di bawah pemerintahnya.
Konstitusi diartikan juga sebagai hukum
dasar, hukum dasar tersebut dapat tertulis dan dapat juga tidak tertulis.
Konstitusi atau hukum dasar yang tertulis disebut Undang-Undang Dasar, sedangkan konstitusi atau hukum dasar yang
tidak tertulis disebut Konvensi, yakni aturan-aturan dasar
yang timbul dan terpelihara dalam praktek-praktek penyelengaraan negara
meskipun tidak tertulis. Dengan demikian, konstitusi lebih luas dibandingkan
dengan Undang-Undang Dasar (UUD), atau UUD merupakan salah satu bagian dari
konstitusi.
Menurut
James Bryce, suatu konstitusi menetapkan:
1) Pengaturan
mengenai pendirian lembaga-lembaga yang permanan
2) Fungsi
dari lembaga-lembaga tersebut
3) Hak-hak
tertentu yang ditetapkan.
Sedangkan
menurut JF. Strong, konstitusi mengatur:
1) Kekuasaan
pemerintah
2) Hak-hak
dari yang diperintah
3) Hubungan
antara pemerintah dengan yang diperintah.
Fungsi UUD/Konstitusi
Fungsi
UUD/konstitusi, dapat ditinjau dari sudut penyelenggaraan pemerintahan atau
berdasarkan tujuannya. Ditinjau dari sudut pemerintahan fungsi UUD/konstitusi
sebagai landasan struktural penyelenggaraan pemerintah menurut suatu sistem
ketatanegaraan yang pasti yang pokok-pokoknya dalam suatu aturan-aturan
konstitusi atau UUD.
Sedangkan
ditinjau dari sudut tujuannya, fungsi UUD/kontitusi adalah untuk menjamin
hak-hak anggota warga negara atau masyarakat dari tindakan sewenang-wenang
penguasa.
Isi atau Muatan Konstitusi
Menurut A.A.H. Struycken, UUD
sebagai suatu konstitusi yang tertulis merupakan dokumen formal yang memuat:
1) Hasil perjuangan politik bangsa di
waktu lampau
2) Tingkatan-tingkatan perkembangan
tertinggi ketatanegaraan bangsa
3) Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang
hendak diwujudkan, baik waktu sekarang maupun yang akan datang
4) Sutau keinginan dengan mana
perkembangan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.
Menurut Sri Sumantri (1979:45) UUD
atau konstitusi pada umumnya memuat:
1) Adanya jaminan terhadap hak-hak
asasi manusia dan warga Negara
2) Ditetapkannya susunan ketatanegaraan
suatu negara yang bersifat fundamental
3) Adanya pembagian dan pembatasan
tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental
Menurut Miriam Budiardjo (1977:101),
setiap UUD/Konstitusi memuat ketentuan tentang:
1) Organisasi negara, misalnya
pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif dan judikatif, dan
sebagainya
2) Hak-hak asasi manusia
3) Prosedur mengubah UUD
4) Ada kalanya memuat larangan untuk
mengubah sifat tertentu dari UUD.
UUD yang Pernah Berlaku di Indonesia
Semenbjak proklamasi kemerdekaan 17
Agustus 1945 sampai sekarang, di Indonesia telah berlaku tiga macam UUD dalam
empat periode:
1) Periode 18 Agutus 1945 sampai dengan
27 Desember 1949 berlaku UUD Proklamasi yang kemudian dikenal dengan UUD 1945
2) Periode 27 Desember 1949 sampai
dengan 17 Agustus 1950 berlaku Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat
(UUD RIS)
3) Periode 17 Agutus 1950 sampai dengan
5 Juli 1959 berlaku Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS 1950)
4) Periode 5 Juli 1959 sampai dengan
sekarang berlaku UUD 1945
Ok teman-teman itu berkaitan dengan konstitusi, sekarang kita OTW ke judul Posting kita yakni Perumusan Dan Pengesahan Uud 1945
Penjajahan
Belanda terhadap bangsa Indonesia berakhir pada tahun 1942, tepatnya tanggal 8
Maret. Sejak saat itu Indonesia diduduki oleh bala tentara Jepang. Namun Jepang
tidak terlalu lama menduduki Indonesia. Mulai tahun 1944, tentara Jepang mulai
kalah di dalam melawan tentara Sekutu. Untuk menarik simpati bangsa Indonesia
agar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu, Jepang memberikan
janji kemerdekaan di kelak kemudian hari. Janji
ini diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944. Karena
Jepang terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang
memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji
kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Ganseikan (Pembesar
Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura).
Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan.
BPUPKI
resmi dibentuk pada tanggal 1 Maret 1945, bertepatan dengan ulang tahun kaisar
Jepang, Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman
Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPKI
dengan didampingi oleh dua orang ketua muda (wakil ketua), yaitu Raden Pandji
Soeroso dan Ichibangase Yosio(orang Jepang). Selain menjadi ketua muda, Raden
Pandji Soeroso juga diangkat sebagai kepala kantor tata usaha BPUPKI (semacam
sekretariat) dibantu Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo. BPUPKI
sendiri beranggotakan 69 orang, yang terdiri dari: 62 orang anggota aktif
adalah tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari semua daerah dan aliran,
serta 7 orang anggota istimewa adalah perwakilan pemerintah pendudukan militer
Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini tidak mempunyai hak suara
(keanggotaan mereka adalah pasif, yang artinya mereka hanya hadir dalam sidang
BPUPKI sebagai pengamat saja).
Selama BPUPKI berdiri, telah
diadakan dua kali masa persidangan resmi BPUPKI, dan juga adanya
pertemuan-pertemuan yang tak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI, yaitu
adalah sebagai berikut:
1)
Persidangan
Resmi BPUPKI yang pertama pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945
Pada
tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara pelantikan dan sekaligus seremonial
pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama di gedung "Chuo Sangi
In", yang pada zaman kolonial Belanda gedung tersebut merupakan gedung
Volksraad (dari bahasa Belanda, semacam lembaga "Dewan Perwakilan Rakyat Hindia
Belanda" pada masa penjajahan Belanda), dan kini gedung itu dikenal dengan
sebutan Gedung Pancasila, yang berlokasi di Jalan Pejambon 6 – Jakarta. Namun
masa persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama)
diadakan selama empat hari dan baru dimulai pada keesokan harinya, yakni pada
tanggal 29 Mei 1945 dan berlangsung sampai dengan tanggal 1 Juni 1945, dengan
tujuan untuk membahas bentuk negara Indonesia, filsafat negara
"IndonesiaMerdeka" serta merumuskan dasar negara Indonesia.
Upacara
pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini
dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer
jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai
Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun
untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlangsung
selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI.
Sebelumnya
agenda sidang diawali dengan membahas pandangan mengenai bentuk negara
Indonesia, yakni disepakati berbentuk "Negara Kesatuan Republik
Indonesia" ("NKRI"), kemudian agenda sidang dilanjutkan dengan
merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI
harus merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang akan
menjiwai isi dari Undang- Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia itu
sendiri, sebab Undang-Undang Dasar adalah merupakan konstitusi Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, maka agenda acara dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini adalah mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasionalIndonesia, yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara Republik Indonesia yaitu:
a) Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr.
Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima
asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “ 1. Peri Kebangsaan; 2. Peri
Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat
” .
b) Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof.
Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima prinsip
dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan "Dasar Negara Indonesia
Merdeka", yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Mufakat dan Demokrasi;
4. Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial ” .
c) Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir.
Soekarno berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara
Republik Indonesia, yang dia namakan "Pancasila", yaitu: “ 1.
Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat
atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa ” .
Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar
negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno tersebut kemudian
dikenal dengan istilah "Pancasila", masih menurut dia bilamana
diperlukan gagasan mengenai rumusan Pancasila ini dapat diperas menjadi
"Trisila" (Tiga Sila), yakni:
1) Sosionasionalisme
2) Sosiodemokrasi
3) Ketuhanan Yang Berkebudayaan
Bahkan menurut Ir. Soekarno, Trisila
tersebut bila hendak diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila"
(Satu Sila), yaitu “ Gotong-Royong ” , ini adalah merupakan upaya dari Bung
Karno dalam menjelaskan bahwa konsep gagasan mengenai rumusan dasar negara
Republik Indonesia yang dibawakannya tersebut adalah berada dalam kerangka
"satu-kesatuan", yang tak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa
persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik
lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni
ditetapkan dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
Pidato dari Ir. Soekarno ini
sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama, setelah itu BPUPKI
mengalami masa istirahat persidangan selama satu bulan lebih.
2)
Masa
antara Sidang Resmi Pertama dan Sidang Resmi Kedua
Setelah
selesai sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat
untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul-usul
yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI.
Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling
lambat sampai dengan tanggal 20 Juni 1945. Adapun anggota panitia kecil ini
terdiri atas delapan orang, yaitu:
-
Ir.
Soekarno
-
Ki
Bagus Hadikusumo
-
K.H.
Wachid Hasjim
-
Mr.
Muh. Yamin
-
M.
Sutardjo Kartohadikusumo
-
Mr.
A.A. Maramis
-
R.
Otto Iskandar Dinata
-
Drs.
Muh. Hatta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan
rapat gabungan antara Panitia Kecil dengan para anggota BPUPKI yang berdomisili
di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinya dibentuknya sebuah
Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas
sembilan orang, yaitu:
-
Ir.
Soekarno
-
Drs.
Muh. Hatta
-
Mr.
A.A. Maramis
-
K.H.
Wachid Hasyim
-
Abdul
Kahar Muzakkir
-
Abikusno
Tjokrosujoso
-
H.
Agus Salim
-
Mr.
Ahmad Subardjo
-
Mr.
Muh. Yamin
Panitia kecil yang beranggotakan
sembilan orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan sidang dan berhasil
merumuskan Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan
sebutan “Piagam Jakarta” yang pada waktu itu disebut-sebut juga
sebagai sebuah "Gentlement Agreement".
Mukaddimah
Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan
Dan
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan
pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan
makmur.
Atas
berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan
ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilam, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3)
Persidangan
Resmi BPUPKI yang kedua pada tanggal 10 Juli-16 Juli 1945.
Masa persidangan BPUPKI yang kedua
berlangsung sejak tanggal 10Juli 1945 hingga tanggal 16 Juli 1945. Hari pertama
sidang BPUPKI dimulai dengan diumumkannya dengan penambahan 6 anggota baru
yaitu 1) Abdul Fatah Hasan; 2) Asikin Natanegara; 3) Soerjo Hamidjojo; 4)
Muhammad Noor, 5) Besar dan 6 ) Abdul Kaffar.
Pada sidang ini ketua "Panitia
Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang
dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan asas dan tujuan
"Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta"
itu. Salah satu keputusan penting dalam rapat BPUPKI tanggal 10 Juli 2016
adalah diambilnya keputusan tentang bentuk Negara. Dari 64 suara (ada beberapa
anggota yang tidak hadir) yang pro republic sebanyak 55 orang, 6 orang yang
menginginkan bentuk kerajaan, 2 orang mengingkan bentuk lain.dan 1 orang yang
blangko.
Dalam membahas masalah wilayah
negara, masih banyak tokoh pendiri negara yang menyampaikan usulnya, seperti
Moh. Hatta, Soekarno, Soetardjo, Agoes Salim, A.A. Maramis, Sanoesi, dan Oto
Iskandardinata. Akhirnya diputuskan, bahwa wilayah Indonesia Merdeka adalah
Hindia Belanda dulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor
Portugis dan pulau-pulau sekitarnya.
Pada sidang BPUPKI tanggal 11 Juli
1945, setelah mendengarkan pandangan dan pemikiran 20 orang anggota, maka
dibentuklah tiga Panitia Kecil, yaitu:
1) Panitia Perancang Undang-Undang
Dasar, dengan ketua Ir. Soekarno.
2) Panitia Perancang Keuangan dan
Perekonomian, dengan ketua Moh. Hatta.
3) Panitia Perancang Pembelaan Tanah
Air, dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso.
Agenda sidang BPUPKI yang kedua juga membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan dan pengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah: Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso), dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).
Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yakni:
1) Membentuk Panitia Perancang
“Declaration of Rights”, yang beranggotakan Subardjo, Sukiman, dan Parada
Harahap.
2) Membentuk Panitia Kecil Perancang
Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut: Prof.
Mr. Dr. Soepomo (ketua panitia kecil) Mr. KRMT Wongsonegoro (anggota) Mr. Raden
Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota) Mr. Alexander Andries Maramis
(anggota) Mr. Raden Panji Singgih (anggota) Haji Agus Salim (anggota) Dr.
Soekiman Wirjosandjojo (anggota)
Pada akhirnya paniti Perancang
Undang-Undang Dasar menghasilkan kesepakatan: Bentuk “Unitarisme” yang artinya Kepala
Negara di tangan satu orang, yaitu Presiden.
Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang tersebut. Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar berhasil membahas beberapa hal dan menyepakati antara lain ketentuan tentang Lambang Negara, Negara Kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan membentuk Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas Djajadiningrat, Salim, dan Supomo. Rancangan Undang-Undang Dasar diserahkan kepada Panitia Penghalus Bahasa.
Pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang dengan agenda “Pembicaraan tentang pernyataan kemerdekaan”. Sidang pleno BPUPKI menerima laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tercantum tiga masalah pokok yaitu : Pernyataan tentang Indonesia Merdeka Pembukaan Undang-Undang Dasar Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan sebagai "Undang-Undang Dasar 1945", yang isinya meliputi : Wilayah negara Indonesia adalah sama dengan bekas wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang adalah wilayah Sabah dan wilayah Serawak di negara Malaysia, serta wilayah negara Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang adalah wilayah negara Timor Leste), dan pulau-pulau di sekitarnya. Bentuk negara Indonesia adalah Negara Kesatuan, Bentuk pemerintahan Indonesia adalah Republik, Bendera nasional Indonesia adalah Sang Saka Merah Putih, Bahasa nasional Indonesia adalah Bahasa Indonesia.
Konsep proklamasi kemerdekaan negara Indonesia baru rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta". Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam, Syariat Islam, dalam negara Indonesia baru. "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" pada akhirnya disetujui dengan urutan dan redaksinya yang sedikit berbeda.
Sedangkan
sidang pada tanggal 15 Juli 1945 melanjutkan acara “Pembahasan Rancangan Undang-
Undang Dasar”. Setelah Ketua Perancang Undang-Undang Dasar, Soekarno memberikan
penjelasan naskah yang dihasilkan dan mendapatkan tanggapan dari Moh. Hatta,
lebih lanjut Soepomo, sebagai Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar,
diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan terhadap naskah Undang-Undang
Dasar.
Naskah Undang-Undang Dasar akhirnya
diterima dengan suara bulat pada Sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945.
Pada
tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan karena dianggap telah dapat
menyelesaikan tugasnya dengan baik, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang
Dasar bagi negara Indonesia Merdeka, dan digantikan dengan dibentuknya
"Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia" (PPKI) atau dalam bahasa
Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai dengan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.
Tugas
PPKI yang pertama adalah meresmikan pembukaan (bahasa Belanda: preambule) serta
batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Tugasnya yang kedua adalah melanjutkan
hasil kerja BPUPKI, mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah
pendudukan militer Jepang kepada bangsa Indonesia, dan mempersiapkan segala
sesuatu yang menyangkut masalah ketatanegaraan bagi negara Indonesia baru.
Anggota
PPKI sendiri terdiri dari 21 orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia,
sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah
Hindia Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2
orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa
Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal Etnis Tionghoa.
PPKI
diketuai oleh Ir. Soekarno dan sebagai wakilnya adalah Drs. Mohammad Hatta,
sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr. Raden Achmad Soebardjo
Djojoadisoerjo. Kemudian, anggota PPKI ditambah lagi sebanyak enam orang,
yaitu: Wiranatakoesoema, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo,Mohamad
Ibnu Sayuti Melik, Iwa
Koesoemasoemantri,
dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.
Secara simbolik "PPKI"
dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945, dengan
mendatangkan Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Kanjeng Raden Tumenggung
(K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat ke "Kota Ho Chi Minh" atau dalam
bahasa Vietnam: Thành phố Hồ Chí Minh (dahulu bernama: Saigon), adalah kota
terbesar di negara Vietnam dan terletak dekat delta Sungai Mekong.
Pada
saat PPKI terbentuk, keinginan rakyat Indonesia untuk merdeka semakin memuncak.
Memuncaknya keinginan itu terbukti dengan adanya tekad yang bulat dari semua
golongan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Negara Indonesia. Golongan
muda kala itu menghendaki agar kemerdekaan diproklamasikan tanpa kerjasama
dengan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang sama sekali, termasuk
proklamasi kemerdekaan dalam sidang "PPKI". Pada saat itu ada
anggapan dari golongan muda bahwa PPKI hanya merupakan sebuah badan bentukan pihak
pemerintah pendudukan militer Jepang. Di lain pihak PPKI adalah sebuah badan
yang ada waktu itu guna mempersiapkan hal-hal yang perlu bagi terbentuknya
suatu negara Indonesia baru.
Tetapi
cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia bisa diberikan oleh pemerintah
pendudukan militer Jepang adalah tergantung kepada sejauh mana semua hasil
kerja dari PPKI Jendral Terauchi kemudian akhirnya menyampaikan keputusan
pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan Indonesia akan diberikan
pada tanggal 24 Agustus1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia
diserahkan sepenuhnya kepada PPKI. Dalam suasana mendapat tekanan atau beban
berat seperti demikian itulah PPKI harus bekerja keras guna meyakinkan dan
mewujudnyatakan keinginan atau cita-cita luhur seluruh rakyat Indonesia,
yang sangat haus dan rindu akan sebuah kehidupan kebangsaan yang bebas, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Namun,
pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang
menyerah tanpa syarat kepada sekutu, dan sejak saat itu Indonesia kosong dari
kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para
pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia,
pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan
sidang, dengan acara utama mengesahkan rancangan Hukum Dasar dengan preambulnya
memilih Presiden dan Wakil Presiden.
B. Pengesahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Sehari
setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia segera mengadakan Sidang. Pada sidang PPKI pada tanggal
18 Agustus 1945 ini telah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi
politik dari pihak kaum keagamaan yangberagama non-Muslim serta pihak kaum
keagamaan yang menganut ajaran kebatinan, yang kemudian diikuti oleh pihak kaum
kebangsaan (pihak "Nasionalis") guna melunakkan hati pihak tokoh-
tokoh kaum keagamaan yang beragama Islam guna dihapuskannya "tujuh
kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter".
Untuk
pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum mengesahkan
Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus
1945 sore hari, sesaat setelah proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari
Indonesia bagian Timur yang menemuinya. Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur
mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, dibelakang kata “Ketuhanan” yang
berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”
dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan
diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan. Usul ini oleh Muh. Hatta
disampaikan pada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh
Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh.
Hasan. Muh. Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, dengan dalih demi
persatuan dan kesatuan bangsa.
Setelah
itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang dan membacakan 4 perubahan
dari hasil kesepakatan sebagai berikut:
1)
Kata
“Mukaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, diganti dengan kata “Pembukaan”.
2)
Anak
kalimat "Negara berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti dengan, “Negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
3)
Kalimat
yang menyebutkan “ Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam ” , seperti tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti Presiden adalah warga Negara
Indonesia asli dan berdomisili di Indonesia.
4)
Terkait
perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “ Negara berdasarkan atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi
pemeluk- pemeluknya ” diganti menjadi berbunyi: Negara berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Adapun keputusan penting hasil
sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 18 Agustus 1945 yaitu:
1)
Menetapkan
dan mengesahakan UUD 1945
2)
Memilih
Ir Soekarno sebagai presiden dan Drs. Muh. Hatta sebagai wakil presiden
3)
Sebelum
terbentuk MPR, pekerjaan presiden sehari-hari dibantu oleh Komite Nasional Indonesisa Pusat (KNIP)
Undang-Undang Dasar 1945 yang
disahkan oleh PPKI merupakan Rancangan Undang-Undang dasar hasil karya BPUPKI
setelah mengalami perubahan dan penyempurnaan. Beberapa perubahan yang terjadi
pada Rancangan UUD 1945 tersebut antara lain:
1)
Hukum
dasar diganti dengan Undang-Undang Dasar
2)
Kalimat
”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” diganti
menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
3) Menambahkan Rancangan UUD 1945.
Tambahan tersebut adalah Bab XVI pasal 37 tentang perubahan UUD, Aturan
Peralihan pasal I – IV Aturan Tambahan ayat 1 dan 2.
Ok teman-teman, itulah jalan cerita tentang Perumusan dan Penesahan UUD 1945 semoga bermanfaat dan sampai jumpa diposting berikutnya.
Lihat
Lanjutan Materi:
-
Arti Penting UUD 1945 Bagi Bangsa danNegara Indonesia
-
Peran Toko Perumusan UUD 1945
Sumber:
- Saputra S. Lukman dkk.2016. Pendidkan Pancasila dan Kewarganegaraan
SMP/MTs Kelas 7. Jakarta : Pusat Kurikulum dan Pembukuan, Balitbang
Kemendikbud
-
Amin.
2018. All-New Tes CPNS 2018/2019.
Jakarta : Cmedia
0 comments:
Posting Komentar
Komentar teman-teman semua sangat berarti buat Blog ini.